Saat dia tenggelam di garis cakrawala
Kini aku tak lebih dari sekedar bayangan gelap
Lalu bulan menjemput, diapun ingin tenggelam
Terlintas harapan di nadiku
Sayang terlambat, dia berpaling dan tenggelam dalam kemuramannya.
Entah bagaimana ku bertahan dalam kegulitaan
Aku hanya sebuah siluet
Yang beberapa detik lagi sirna ditelan hitam.
Ku tahu gunung siap membacakan obituarinya
Awan merambat menjelma bak tissue
Mendekati bulan yang menahan air matanya
Serta ombak yang siap mengaduk-aduk kenangan dan kesedihan.
Ku palingkan pandangan ketika waktu beranjak maju yang meninggalkan beku di masa lalu
Sekelumit kandela cahaya dari barat
Seolah tak sabar memberi arti
Ku pikir itu hanya sisa bercak matahari yang sekejap saja lari terbirit-birit
Ku buyarkan imajinasiku, terdiam di bibir pantai
Sementara siluetku nyaris tak tampak lagi.
Ku ratapi kebahagiaan saat ku pandangi setiap senti kau yang mulai terangi
Seolah mempunyai gravitasi sekuat lubang hitam
Raga ini hanya apa-daya terbawa gemerlap indah naungmu.
Ku sadari kaulah bintang musim panasku,
Tolong jangan tanyakan mengapa,
Aku hanya siluet yang bertanya setiap saat dan nanti,
Ketahuilah ini tanpa alasan.
Engkau begitu mudahnya menggubah keindahan dalam jiwa
Kini ku siluet yang jelas karena sinarmu
Bukan samar-samar ulah mereka.
Bulan bangun dari kemuramannya
Awan? Dia tahu apa yang dia lakukan.
Mungkin aku tak akan melihat hari lagi
Ataupun segala keindahan dan kemasyhuran yang hari tawarkan
Aku masih menatap dan tajam pada bintang musim panasku
Sembari menatapmu, sungguh aku rindu warna senja, semenjak aku buta karena semua warna telah kau bawa, Bintang Musim Panasku.
Kini aku tak lebih dari sekedar bayangan gelap
Lalu bulan menjemput, diapun ingin tenggelam
Terlintas harapan di nadiku
Sayang terlambat, dia berpaling dan tenggelam dalam kemuramannya.
Entah bagaimana ku bertahan dalam kegulitaan
Aku hanya sebuah siluet
Yang beberapa detik lagi sirna ditelan hitam.
Ku tahu gunung siap membacakan obituarinya
Awan merambat menjelma bak tissue
Mendekati bulan yang menahan air matanya
Serta ombak yang siap mengaduk-aduk kenangan dan kesedihan.
Ku palingkan pandangan ketika waktu beranjak maju yang meninggalkan beku di masa lalu
Sekelumit kandela cahaya dari barat
Seolah tak sabar memberi arti
Ku pikir itu hanya sisa bercak matahari yang sekejap saja lari terbirit-birit
Ku buyarkan imajinasiku, terdiam di bibir pantai
Sementara siluetku nyaris tak tampak lagi.
Ku ratapi kebahagiaan saat ku pandangi setiap senti kau yang mulai terangi
Seolah mempunyai gravitasi sekuat lubang hitam
Raga ini hanya apa-daya terbawa gemerlap indah naungmu.
Ku sadari kaulah bintang musim panasku,
Tolong jangan tanyakan mengapa,
Aku hanya siluet yang bertanya setiap saat dan nanti,
Ketahuilah ini tanpa alasan.
Engkau begitu mudahnya menggubah keindahan dalam jiwa
Kini ku siluet yang jelas karena sinarmu
Bukan samar-samar ulah mereka.
Bulan bangun dari kemuramannya
Awan? Dia tahu apa yang dia lakukan.
Mungkin aku tak akan melihat hari lagi
Ataupun segala keindahan dan kemasyhuran yang hari tawarkan
Aku masih menatap dan tajam pada bintang musim panasku
Sembari menatapmu, sungguh aku rindu warna senja, semenjak aku buta karena semua warna telah kau bawa, Bintang Musim Panasku.
oentoek Bintangkoe Yang Hilang . . .
~Sang Binasa
May 7th, 2015
No comments:
Post a Comment